Jika kita uraikan secara sederhana dari masing-masing konsep
yang terkandung dalam beberapa terminology pada definisi teknologi pendidikan
menurut AECT tahuun 2004 di atas maka dapat terurai menjadi :
1. Studi dan Praktek Etis
Kata
studi merujuk pada kajian yang dilakukan oleh seorang teknolog pendidikan sebagai
dasar dalam setiap proses kerjanya. Kajian ini bisa diperoleh dari teori-teori
yang berkembang dalam berbagai disiplin ilmu untuk menghasilkan proses sintesis
untuk mendukung hasil kerja yang lebih baik. Proses ini sebagaimana prinsip
isomorfi dan sinergistik dalam epistemology pendidikan. Selanjutnya perkembangan
dan temuan-temuan dalam prakteknya, selanjutnya diteliti lebih lanjut dan dikembangkan
sehingga menjadi teori baru yang nantinya menjadi dasar rujukan dalam praktek
selanjutnya, hal ini sejalan dengan prinsip inovatif dalam epistemology teknologi
pendidikan.
Namun demikian,
setiap praktik dan proses kerja yang dilakukan oleh seorang teknolog pendidikan
harus senantiasa mempertimbangkan nilai etis dan dilaksanakan dengan prinsip
sistematis dan sistemik. Dimana nilai-nilai efektifitas, efisiensi dan
humanisme selalu menjadi dasar pertimbangkan dalam perkembangan setiap kajian
dan praktek yang dilakukan.
2. Menciptakan, Menggunakan dan Mengelola
Praktek dan
proses kerja yang dimaksudna di atas berkaitan dengan bidang garapan teknologi
pendidikan, yaitu praktek penciptaan, penggunaan dan pengelolaan. Jadi dalam
setiap praktek penciptaan, penggunaan dan pengelolaan yang dilakukan oleh
seorang teknolog pendidikan harus berdasarkan pada hasil kajian dan pertimbangan
etis yang dilakukan sebelumnya. Praktik penciptaan, penggunaan dan pengelolaan
ini merupakan pemenuhan berbagai postulat pada ontology teknologi pendidikan
dimana hadirnya teknologi pendidikan merupakan berasal dari fakta bahwa adanya
berbagai macam sumber belajar yang perlu terus dikembangkan dan yang mana perlu
dikelola dengan baik agar sumber belajar tersebut dapat digunakan secara
optimal.
3. Sumber dan Teknologi yang Tepat
Lalu, apa
yang diciptakan, dikelola dan dimanfaatkan dalam konteks teknologi pendidikan? Dalam
konteks teknologi pendidikan, hal yang diciptakan, dimanfaatkan dan dikelola
adalah sumber dan teknologi yang tepat yang mana semua praktek tersebut berdasarkan
hasil kajian dan praktek etis. Jadi proses kerja menciptakan sumber dan
teknologi harus berdasarkan hasil kajian dan pertimbangan etis, proses
pemanfaatan sumber dan teknologi agar tepat harus berdasarkan hasil kajian dan
pertimbangan etis, proses pengelolaan sumber dan teknologipun harus berdasarkan
pada hasil kajian dan pertimbangan etis.
4. Memfasilitasi Belajar dan Meningkatkan Kinerja
Kemudian,
untuk apa sumber dan teknologi yang tepat tadi diciptakan, dimanfaatkan dan dikelola
oleh seorang teknolog pendidikan? Yaitu untuk memfasilitasi belajar dan
meningkatkan kinerja sebagaimana aksiologi dari teknologi pendidkan itu
sendiri. Agar proses memfasilitasi belajar dapat berjalan dengan efektif,
efisien dan humanis perlu menggunakan sumber dan teknologi yang tepat yang mana
merupakan hasil penciptaan baru, ataupun hasil pemanfaatan sumber dan teknologi
yang sudah ada yang tentunya senantiasa dikelola dengan baik agar penggunaannya
tepat. Selain memfasilitasi belajar, dalam prakteknya, hasil dari penciptaan,
pemanfaatan dan pengelolaan sumber belajar yang tepat berdasarkan hasil kajian
dan pertimbangan etis tadi bertujuan untuk meningkatkan kinerja.
Jadi, jika kita kembangkan sedikit paraphrase sederhana dari
definisi tersebut maka :
Adanya fakta bahwa proses belajar manusia terjadi sepanjang hayat,
yang karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan munculnya
masalah belajar dari waktu ke waktu, maka Teknologi pendidikan hadir untuk memfasilitasi
belajar sekaligus dalam rangka meningkatkan kinerja yang
diperoleh dari sumber dan teknologi yang tepat yang diciptakan,
dikembangkan dan dikelola berdasarkan hasil kajian dan praktek etis
secara terus-menerus.
Untuk memperjelas definisi tersebut, mari kita lihat bagan berikut ini :
Ketika terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia,
kemudian kebijakan Pemerintah mengharuskan konsep Belajar Dari Rumah dan
melarang proses pembelajaran tatap muka, maka masalah belajar baru
muncul karena proses belajar menjadi tidak efektif. Untuk menyelesaikan masalah
belajar tersebut seorang teknolog pendidikan perlu melakukan kajian
mengenai bagaimana agar proses memfasilitasi belajar tersebut menjadi
efektif tentunya dengan tolok ukur hasil belajar siswa yang baik. Secara
sistematis, berbagai temuan dan teori dari berbagai disiplin ilmu disinergikan melalui
proses kajian yang sistemik menggunakan sebuah model instructional
System Design (ISD) bernama ADDIE dengan tujuan untuk memperoleh penentuan proses
dan sumber teknologi yang tepat.
Berbagai hasil kajian dari tahap Analyze
menunjukkan bahwa sumber belajar seperti manusia, media dan lingkungan belum
siap pada beberapa unsur terutama sumber media. Dalam tahap analisis ini
teknolog pendidikan menggunakan prinsip isomorfi dengan mengambil teori dari
berbagai disiplin ilmu seperti psikologi dan rekayasa informasi. Selanjutnya, berdasarkan
tahap analisis tersebut, teknolog pendidikan melakukan Design dengan
memilih model pembelajaran blended learning karena dirasa kondisi tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembelajaran dengan mode fully online atau
daring penuh menggunakan Learning Manajemen System (LMS) yang kompleks dengan
merancang pembelajaran menggunakan media social dan kunjungan ke rumah siswa
dengan pertimbangan etis berupa nilai efektifitas, efisiensi dan humanis.
Kemudian pada tahap Development teknolog pendidikan berusaha memanfaatkan
sumber belajar yang ada berupa buku siswa, dan mengelola bagian-bagian
serta proses yang sekiranya dapat dimaksimalkan, namun demikian dilakukan juga
upaya menciptakan lingkungan belajar dan media yang baru berupa video
pembelajaran yang diupload ke media social. Pada tahap Implementation, proses
pembelajaran dilaksanakan dengan model blended learning dengan memadukan
tugas kelompok kecil, penugasan individu secara daring dan kunjungan rumah (home
visit) pada materi-materi yang memerlukan pemahaman lebih lanjut. Selanjutnya
hal yang sama dilakukan pada tahap Evaluation dengan membebaskna siswa
mengekpresikan pemahaman atau hasil belajar mereka melalui berbagai format baik
secara tulisan, diserahkan langsung pada kunjungan rumah ataupun diunggah di
media social, dalam hal ini teknolog pendidikan berusaha menerapkan prinsip
inovatif dalam epistemology pendidikan.
Apabila hasil belajar yang diperoleh baik,
maka dapat dikatakan maslah belajar telah terpecahkan. Namun demikian hal
tersebut belum tentu berlaku pada konteks lain seperti apabila diterapkan pada
kondisi yang berbeda baik dari segi siswa, lingkungan maupun materi
pembelajaran yang berbeda. Maka hal tersebut akan menjadi masalah belajar yang
baru dan kemudian teknolog pendidikan harus kembali pada tahap-tahap sebelumnya
dan mengulanginya dengan konteks yang baru.
Nah, disinilah kiranya dalam hal pengembangan potensi manusia,
perlulah kita mempelajari sebuah disiplin ilmu yang bernama Teknologi
Pendidikan ….!
Jayalah TPers, Ibu Pertiwi memanggilmu !
Social Media